Versi Kerajaan Bantarangin :
Konon, tari kuda lumping adalah tari kesurupan.
Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah
seorang pasukan pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut
emas, berekor emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran
kerajaan bantarangin melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya
pada serial legenda reyog abad ke 8.
Versi Kerajaan Mataram :
Versi ini menyebutkan bahwa tarian
jathilan ini mengisahkan tentang prajurit Mataram yang sedang mengadakan
latihan perang (gladhen) dibawah pimpinan Sultan Hamengku Buwono I,
guna mengadapi pasukan Belanda.
Versi Pangeran Diponegoro :
Versi ini menyebutkan bahwa tari kuda
lumping yang menggunakan properti kuda tiruan terbuat dari bambu berawal dari
sebuah bentuk apresiasi serta dukungan rakyat terhadap pasukan berkudanya
Pangeran Diponegoro, dimana pasukan berkuda tersebut teramat gigih melawan
penjajahan Belanda. Waktu penjajahan itu, kesenian tari jathilan ini seringkalidipentaskan
di dusun – dusun terpencil, selain sebagai hiburan ternyata pementasan jathilan
ini juga digunakan sebagai media menyatukan rakyat demi melawan penindasan.
Versi Raden Patah :
Tari kuda lumping menggambarkan kisah
perjuangan Raden Patah dalam melawan penjajahan Belanda, dimana waktu itu
beliau juga dibantu oleh Sunan Kalijaga. Lantaran Sunan Kalijaga adalah sosok
yang dekat dengan rakyat serta paham dengan kesenian, maka beliaupun meneruskan
cerita perjuangan tersebut dengan menggambarkannya kedalam bentuk seni
tari jathilan.
Versi Borobudur :
Ada
beberapa sumber yang menyatakan bahwa kesenian jathilan ini berasal dari jawa
timur,tepatnya kesenian Reog Ponorogo.dikatakan sebagai pemain Jathil.
Namun di
Borobudur, kesenian jathilan memiliki sejarah yang berbeda. Mereka mendapatkan
inspirasi dari melihat pasukan pangeran diponegoro yang sedang melakukan perang
gerilya di sepanjang pegunungan Menoreh. Seringnya masyarakat Borobudur di
pegunungan waktu itu melihat dan menyaksikan pasukan gerilya Pangeran. Diponegoro
membuat mereka memiliki kedekatan emosional, dengan peristiwa sejarah tersebut.
Lalu mereka mengekspresikan rangsang visual mereka dalam bentuk kesenian yang
diiringi dengan musik gamelan yang diwujudkan dengan penari yang menaiki kuda
yang terbuat dari kepang / anyaman bambu. Maka kesenian jathilan ini kadang
juga dinamakan dengan kesenian kuda Kepang / kuda Lumping (bahasa jawa).
Hai infonya sangat membantu sekali.. aku penyuka kesenian kuda lumping thanks
BalasHapus