Aku adalah
seorang remaja yang baru berusia 13 tahun. Aku sekolah di suatu sekolah
menengah pertama. Disini aku mempunyai 3 teman baik, yaitu Isyah, Reza, dan
Deni. Kami sangat kompak, di balik kekompakkan kami terdapat cinta yang
berputar-putar. Hehehe. Yang sebenarnya dari situlah aku membuat cerita ini.
Pada suatu
hari ada praktek pelajaran di kelasku, dan semua perebuatan untuk pertama. Aku
pun sudah mengambil ancang-ancang untuk lari, dan segera duduk di bangku meja
guru. Lalu aku pun berlari, dan sampai. Namun, ketika aku duduk ada seseorang
juga duduk di bangku itu. Yap, kami berdua duduk di bangku yg sama. Ternyata
seseorang yang duduk itu adalah Deni. Pada saat itu, kami saling memandang dan aku
merasakan ada sesuatu yang aneh saat itu, hatiku terasa terkena setrum.
Tapi entah
apa yang ia rasakan. Saat itu semua anak sekelas menyorakiku "cieeee"
kata mereka kompak, dan terus menerus. Lalu akhirnya dia mengalah, dan aku yg
di tes duluan. Sebelum ia kembali ke bangkunya, bolpen guruku jatuh dan tanpa
sengaja kami mengambil dengan bersamaan. Dan sorakan “Cieeeee” itu muncul lagi.
Hadduhhh, guruku pun hanya tersenyum. Kemudian aku pun di tes dan selesai. Saat
aku kembali, sahabatku bilang "Ciee-cieee Bebi." kata Isyah "Apaan
sih, aku tuh ga suka sama dia." kataku mengelak "Heleh, bo’ong ah
bo’ong. Ya kaaan?" balasnya, “Ah enggak!” elak ku.
Sejak saat
itu kami berdua sering di ejek. Aku ga tau aku senang atau kesal. Aku tidak
berani merasakan rasa ini karena sahabatku Isyah juga menyukainya. Aku tidak
tega untuk melukai hatinya. Aku dan Deni sering sms’an dan bercanda bareng.
Pada suatu saat, aku sedang berdua sama dia saat pulang sekolah untuk pulang
bersama. Di tengah perjalanan dia menyatakan cinta kepadaku "Bebi, aku mau
ngomong sama kamu", kata Deni, "iya, mau ngomong apa ?" balasku,
"Emmm.. aku, aku ".''Aku apa?", "Emmm, aku suka sama kamu,
kamu mau ga jadi pacar aku ? " kata Deni.
Deg, Aku
bingung mau jawab apa, aku memang suka sama dia, tetapi sahabatku juga suka
sama dia, aku ga mau untuk menghancurkan hatinya. Aku terdiam sejenak, “Emmm,
ntar dulu deh, aku pikir-pikir dulu" jawabku. “Yaudah sampai kapanpun aku
akan nunggu kamu" kata Deni, "Ya, makasih ya" ucapku.
Sejak saat
itu aku jadi menjauh darinya, dan diapun merasakan itu, lalu ia bertanya kepadaku
"Gimana Beb, kamu mau ga? Aku serius." kata Deni. Dan ternyata saat
Deni bilang itu Isyah dan beberapa teman yang lainnya mendengar. "Ehemm,
ada yang lagi nembak nih, cieee." kata Reza.
"Ciee-cieee,
udah terima aja! Ntar nyesel loh kalo nggak di terimaa.” celetuk Reza. Aku
diam, aku menatap wajah Isyah, dan ia tersenyum padaku. Wajahnya pun seperti
menyetujui ini, tetapi aku tau kalo ia sakit hati. Lalu ia berlari meninggalkan
kami. Aku mengejarnya, dia menangis. Aku minta maaf kepada Isyah, dia pun memaafkanku.
Kemudian aku pegi ke Deni dan bicara "Kamu bener suka sama aku?"
kataku, "Iya, aku sangat suka, aku sangat mencintaimu.” jawabnya. "Kalo
kamu suka sama aku, aku minta kamu jauhin aku, dan kamu lebih baik pacaran sama
Isyah, karna dia benar-benar mencintaimu." ucapku. "Tapi aku
sayangnya sama kamu, bukan sama Isyah. Jika itu mau kamu, yaudah aku akan coba."
jawabnya "Makasih ya, kamu memang cowok yang baik."
Sejak saat
itu Deni mendekati Isyah, dan setelah beberapa waktu, mereka jadian. Aku sedih
sekaligus senang, aku cemburu setiap mereka berdua. Tetapi aku yang memintanya,
dan harus bagaimana lagi. Setelah itu Deni datang padaku, dan ia bilang
"Ini kan maumu ? Walaupun sekarang aku belum mencintainya, dan aku masih
sangat mencintaimu, tapi aku akan berusaha untuk mencintainya." dan
sebelum aku bilang apapun, dia sudah pergi meniggalkanku. Yah, mungkin inilah
resikonya, aku menerimanya, walaupun sulit untuk melakukannya.
6 bulan
kemudian. .
Sudah 6
bulan Deni dan Isyah berpacaran, dan aku dapat mengontrol perasaanku sekarang.
Tapi akhir-akhir ini Reza, yang juga sahabatku curhat padaku bahwa ia cemburu
karena ia telah menyukai Isyah sejak pertama kali bertemu. Aku pun menjadi
merasa bersalah atas keputusanku itu. Tapi, bagaimana lagi? Apakah aku harus
meminta Deni untuk memutuskan hubungannya dengan Isyah? Tapi bagaimana perasaan
Isyah yang sudah benar-benar jatuh cinta kepada Deni? Aku jadi bingung sendiri.
Sedangkan Reza yang terus bersedih dan sering curhat denganku. Karena Reza yang
sering curhat, aku sendiri pun mulai lagi cemburu dengan hubungan mereka. Tapi
perasaan ini hanya kupendam saja.
Suatu
ketika, Isyah pun bercerita padaku tentang perkembangan hubungannya dengan
Deni. Mereka yang begitu romantis dan uh, MJB jelasnya. Aku hanya bisa, “Waah,
hebat, siiip, so sweet.” . Di sekolah, aku pun dibuat cemburu oleh mereka. Aku
hanya melihatnya sambil tersenyum kecil di campur kecemburuan. Uhh, aku hanya
terdiam saat melihat mereka dari kejauhan.
Tiba-tiba,
“Hey bebi, jangan melamun doong!” Reza berkata padaku sambil menepuk pundakku.
“Eh, hey Za. Tumben banget kamu ke sini. Ada apa?” tanyaku, “Ah ga apa beb,
kamu mikirin apa sih kok melamun gitu?” tanyanya balik. “Ah ga apa kok Za.”
Sahutku, “Haddeh, jujur ajalah! Ga usah di tutup-tutupin, terbuka aja! Suwer
deh ga aku bilangin ke orang laen!” Katanya. “Mmmm, suwer?” tanyaku. ”Suweer.” Jawabnya
mantab. ”Janji?” tanyaku kembali sambil mengeluarkan jari kelingkingku. “Janji
deh, kan sahabat sendiri!”Jawabnya lebih mantab sambil mengikatkan
kelingkingnya pada kelingkingku. “Ya deeh, aku lagi mikirin tugas fisikaku!”
Ceritaku yang jelas-jelas bohong, karena kutahu dia akan merasa sedih juga jika
kuceritakan yang sebenarnya. “Ih, bohong nih! Bohong! Mesti lagi mikir si.....”
katanya dipotong. “Siapa siih?” jawabku pura-pura tak tahu. “Yeeh, pura-pura
gak tau. Ya Deni lah!”
Deg, “mati
kau!” kataku dalam hati. “Ah ga usah mengelak, ya kan beb?” tanyanya. “Iya deh,
aku ngaku kalo aku lagi mikirin si Deni.” Jawabku sambil menundukkan kepala.
“Ya ampuun bebiii, kamu cemburu ya sama mereka? Aku aja juga cemburu.” ucapnya,
“Yeee, sama aja deh. Yang jelas aku cemburu udah di tingkat provinsi nih Za.
Aku udah ga kuat.” Sahutku, “Hadduh
bebii, kamu harus kuat kayak aku! Udah lah, ga usah mikirin Deni. Ntar nilai
kamu njeblok loh.” Sarannya. “Tapi Za...” Tak terasa air mata menetes dari mata
sipitku. “Ssst, sudahlah. Ga usah nangis juga bebii.” Reza memotong
perkataanku.
Set, tak
terduga Deni lewat di depanku, dan mengetahui kalau aku sedang menangis dengan
mata yang berlinang-linang. Ia pun berhenti, “Bebi, kamu kenapa nangis?”
tanyanya. “Ah ga apa kok, cuman kelilipan aja.” Jawabku sambil mengusap air
mata. “Hah? Masak? Mana-mana yang kelilipan. Aduh-aduh bebii.” Perhatiannya
padaku. “Ah, udah sembuh kok. Ya kan Za?” tanyaku kepada Reza dengan
mengedipkan mata beberapa kali sebagai tanda berbohong. “Ah, iya loh Den. Oh
ya, kamu mau kemana nih kok rapi banget?” Tanya Reza mengalihkan pembicaraan. “Oh
itu, aku mau nemuin Isyah.” Jawabnya mantab. “Gih sana, entar si Isyah nunggu
kamu!” sahutku. “Iya, aku duluan ya, bye!” pamit Deni lalu ia pun pergi.
Deni sudah
tak terlihat lagi, dan “Huaaaaaaaaaaaaa.....” tangisanku semakin menjadi-jadi. Tepatnya
seperti anak kecil yang tidak dituruti permintaannya oleh orang tua mereka.
“Sudah-sudaaaah bebiiii. Kalo kamu nangis terus kamu ga bakal konsen sama
pelajaran.” Reza pun mengelapkan selembar tisu di wajahku. “Thanks Za, kamu
emang sahabatku.” Kataku. “Iya Bebi. Sama-sama, ini lah gunanya persahabatan.”
Katanya sambil tersenyum.
2 Minggu kemudian....
“Bebiii,”
sapa Deni. “Eh Deni, mau kemana Den? Tumben banget lewat sini.” Tanyaku. “Oh
ini, aku mau ke Isyah. Mau ikut?” tawarnya. “Mmm, iya deh. Emang siapa aja yang
ikut ke sana?” tanyaku. “Temen-temen sekelas. Di rumah Isyah ada acara
aqiqah’an buat adeknya yang baru lahir itu loh.” Jawabnya mantab. “Oke. Ayo kalo gitu.”
Akhirnya kami pun berangkat bersama. Di perjalanan kami saling terdiam. Aku
memberanikan diri untuk memulai pembicaraan kami, “Eh Den.” Panggilku, ”Iya bebi?
Apa?” tanyanya, ”Mmm, gimana hubunganmu sama Isyah? Lancarkan?” Tanyaku balik.
“Emmm, alhamdulillah lancar. Tapii, .” bicaranya pun terhenti. “Tapi kenapa?”
tanyaku penasaran. “Aku masih belum bisa mencintai Isyah, beb.” Aku pun terkejut
mendengar perkataannya tadi. “Aku masih mencintai kamu Beb, sampai saat ini.”
Lanjutnya. Aku hanya bisa terdiam.
Sesampainya
di rumah Isyah, .
“Eh Bebi, kamu ke sini sama siapa?”
tanya Isyah. “Eeeh, sama Deni.” Jawabku. “Oh ya ya ya. Eh yang kita habis ini
pergi yuk?” tanya Isyah kepada Reza. “Boleh aja yang, tapi kemana?” tanya Deni.
“Eeeh, ke danau yuk yang. Aku udah lama gak ke sana sama kamu yang. Ya ya?”
tanya Isyah dengan manjanya. “Iya sayang. Gampang kok.” Jawab Deni. Aku hanya
terdiam melihat mereka langsung di depanku dengan jarah tidak ada 1 meter. Aku
pun tak kuasa, aku ingin pergi. Aku pun berlari entah kemana.
Aku berlari
sambil mengisak tangis. “Mengapa aku jadi cemburu gini? Padahalkan aku yang
minta Deni nglakuin ini dulu! Aku Nyeseeeeel!!” Teriakku. (Ini persis lagunya Love
You Kamu – Blink) Tiba-tiba, “Beb, maafin aku!” ucap Deni dari belakangku.
“Maaf apa? Kamu ga perlu minta maaf! Harusnya aku yang minta maaf udah maksain
kamu buat pacaran sama Isyah! Aku nyesel Den, nyesel!” ucapku balik. “Justru
aku yang harusnya minta maaf karna aku ga bisa nglakuin apa yang kamu minta,
yaitu untuk mencintai Isyah!” ucapnya balik.
Tiba-tiba....
“Udah deh, aku maafin semuanya!” celetuk Isyah. “Tuh, udah di maafin.” Reza
melanjutkan. Aku dan Deni pun terkejut saat melihat mereka. “Isyah, Reza?”
tanyaku. “Iya ini aku. Apa? Kaget ya? Maaf ya bikin kamu cemburu Beb. Sebenernya
aku udah relain Deni buat kamu kok. Aku tau, Deni lebih bahagia sama kamu
daripada dengan aku. Jadi, Deni aku serahin aja ke kamu beb.” Jelas Isyah.
“Yang? Kamu beneran?” tanya Deni ke Isyah. “Iya lah sayang, aku enggak cemburu
kok. Aku udah ngrencanain ini emangan. Jadi, kamu sama Bebi aja yah. Enggak kok
aku jelaous kayak Bebi. Hehe” lanjutnya.
“Ih Isyah nyindir deh!“ sahutku.
“Nha, kalo
Bebi sama ente, ane sama Isyah aja yah.” Canda Reza. “Ini ciyus loh.” Isyah
melanjutkan. “Haha. Mieapah?” tanya Deni. “Ah, Mie Cinta Isyah.” Jawab Reza.
“Hahahah! Deal deh kalo gitu. Oh ya, thanks ya Beb udah kasih aku kesempatan
buat deket sama Deni.” Ucap Isyah. “Iya, sama-sama. Makasih ya, udah ngebalikin
Deni ke aku lagi.” Sahutku.
Tiba-tiba
lagi.... “Eh Cieeeee. Yang habis saling ngungkap rasa. Ihir-ihir.” Sorak
temen-temen sekelas. “Ehem.. ehem, yang baru jadiaan.” Lanjut Tafia. “Ih,
apa’an sih kalian ini.” Sahutku malu-malu. “Eh cieeee. Ihir-ihiiiiir, udahlah
kami setuju kok. Ya nggak?” celetuk Nisa. "Yoi mamen. Hahaha!" sahut temen-temen sekelas kompak.
- TAMAT -